Facebook

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 01 November 2012

KURIKULUM MUATAN LOKAL


PENGEMBANGAN KURIKULUM
MUATAN LOKAL DI SEKOLAH


A. PENDAHULUAN
Amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Tujuan Nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 itu, mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan faktor pendidikan yang sangat menentukan. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa mendatang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut hanya dapat dihasilkan melalui penyelengaraan pendidikan yang bermutu.
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dan lain-lain) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan.
Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan lokal dalam Standar Isi dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan.
Sekolah sebagai tempat program pendidikan, merupakan bagian dari masyarakat, yang sekaligus sebagai miniatur masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar isi yang terdapat pada suatu kurikulum yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup muatan lokal tersebut. Sehingga perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal yang disusun oleh sekolah pada tingkat satuan pendidikan yang disesuaikan dengan lingkungan daerah masing-masing.

B. LANDASAN PENYUSUNAN KURIKULUM MUATAN LOKAL.
Landasan Penyusunan Kurikulum Muatan Lokal adalah sebagai berikut:
v  UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
v  UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
v  PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
v  Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
v  Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
v  Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas  
No. 22 dan 23/2006
v  Permendiknas No. 41 Thn 2007 tentang Standar Proses
v  Permendiknas No. 24 Thn 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
v  Permendiknas No. 19 Thn 2007 tentang Standar Pengelolaan
v  Permendiknas No. 20 Thn 2007 Standar Penilaian Pendidikan

C. TINJAUAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Panduan ini dapat menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Lebih jelas lagi agar peserta didik dapat:
1.      Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,
2.      Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3.      Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturanaturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

D. PENGERTIAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional.
Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal. Adapun ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:
1.      Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
2.      Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat didaerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
3.      Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
4.      Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah
5.      Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan seharihari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
6.      Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
7.      Lingkup isi/jenis muatan lokal,
Lingkup isi/jenis mauatan local dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.

E. PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL
Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing pelajaran. Sedangkan untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas tidak mempunyai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya. Hal ini membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan Mata Pelajaran Muatan Lokal. Pengembangan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan Mata Pelajaran Muatan Lokal.  
Ada dua pola pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal dalam rangka menghadapi pelaksanaan KTSP yaitu:
1.      Pengembangan Muatan Lokal Sesuai dengan Kondisi Sekolah Saat Ini
Langkah dalam pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal bagi sekolah yang memang tidak mampu mengembangkannya, langkah tersebut adalah:
a.       Analisis Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada di sekolah. Apakah masih layak dan relevan Mata Pelajaran Muatan Lokal diterapkan di Sekolah
b.      Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang diterapkan di sekolah tersebut masih layak digunakan maka kegiatan berikutnya adalah merubah Mata Pelajaran Muatan Lokal tersebut ke dalam SK dan KD
c.       Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada tidak layak lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih sesuai.
2.   Pengembangan Muatan Lokal dalam KTSP
Proses Pengembangan Mata Pelajaran Muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.
Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
2)      Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
3)      Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
4)      Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
5)      Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP.
Lebih lanjut langkah-langkah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
1.      Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
2.      Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuankemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
3.      Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya.
b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan local
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;
c. Menentukan bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1)      Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2)      Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3)      Tersedianya sarana dan prasarana
4)      Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5)      Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6)      Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7)      Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
d.      Menentukan Mata Pelajaran
Muatan Lokal Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
e.       Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP:.
1)   Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah.
Adapun langkahlangkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
a)      Pengembangan Standar Kompetensi Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
b)      Pengembangan Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.

2) Pengembangan silabus secara umum mencakup:
a)    Mengembangkan indikator
b)   Mengidentifikasi materi pembelajaran
c)    Mengembangkan kegiatan pembelajaran
d)   Pengalokasian waktu
e)    Pengembangan penilaian
f)    Menentukan Sumber Belajar
Pihak yang teribat dalam Pengembangan Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan program muatan lokal. Bila dirasa tidak mempunyai SDM dalam mengembangkan sekolah dan komite sekolah dapat bekerjasama dengan dengan unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain terkait, dunia usaha/industri, tokoh masyarakat. Peran, tugas dan tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai berikut
  1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
  2. Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan lokal;
  3. Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
  4. Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan dilaksanakan;
  5. Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan lokal lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP
Peran Perguruan Tinggi dan LPMP antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam:
1.      Mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan lingkungan ke dalam komposisi jenis muatan lokal;
2.      Menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;
3.      Menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis bahan kajian/pelajaran.
Peran instansi/lembaga di luar Depdiknas secara umum adalah:
1.      Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
2.      Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
3.      Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.

F. RAMBU-RAMBU PELAKSANAAN MUATAN LOKAL
Berikut ini rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal:
1.      Sekolah yang mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum mampu mengembangkan dapat meminta bantuan TPK daerah, atau meminta bantuan dari LPMP di propinsinya.
2.      Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan pada kurikulum nasional. Oleh karena itu dalam pelaksanaan muatan lokal dihindarkan adanya pekerjaan rumah (PR).
3.      Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan informasi sesuai dengan usianya. Untuk itu, bahan pengajaran hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu bahan kajian/pelajaran hendaknya bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu guru hendaknya dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
5.      Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I s.d VI atau dari kelas VII s.d IX, dan X s.d XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.
6.      Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.

G. KESIMPULAN
Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut. Kurikulum muatan lokal diberikan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sumber bahan muatan lokal dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain dari nara sumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi dari para ahli yang relevan dan sebagainya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau komponen . Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai aspek, antara lain: sumber bahan ajar, pengajar, metode, media, dana dan evaluasi.
Sebagai salah satu kurikulum  dalam dunia pendidikan, Muatan Lokal dalam pembelajarannya banyak ditemukan kendala dan rintangan yang ditemukan antara lain dari segi : peserta didik, guru, administrasi, sarana dan prasarana, bahkan kurikulumnya sendiri. Tetapi kendala tersebut lambat laun dapat di minimalisir dengan berbagai metode antara lain dengan mengadakan pelatihan bagi para pengajar, lebih memantapkan kurikulum, dengan evaluasi yang berkesinambungan dan sebagainya.
Muatan lokal perlu untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta didik lebih mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur, mandiri, kreatif dan profesional yang pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada budaya tanah air.

 POSTED BY ASEP CAHYADIN, S.Pd














CONTOH LAPORAN BAB Buku


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar telah melahirkan berbagai model dan strategi untuk dipergunakan dalam proses pembelajaran. Untuk mengimplementasikan model dan strategi tersebut diperlukan desain pembelajaran yang tepat dan sesuai. Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya
            Menurut Wina S tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Artinya bahwa desain pembelajaran adalah salah satu cara atau langkah dalam memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapi secara sistematis.
            Kompleksnya permasalahan pembelajaran melahirkan juga berbagai cara dan langkah untuk menghadapinya. Dari kompleksnya permasalahan tersebut lahirlah berbagai model dan desain pembelajaran untuk membantu proses belajar siswa. Para ahli sudah banyak yang menciptakan model desain pembelajaran, dalam bukunya Wina S dengan judul Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran dibahas berbagai model desain, salah satunya model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Model desain PPSI yang akan penulis bahas pada kesempatan ini, adalah model yang dikembangkan di Indonesia dalam mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 1975.

B.     Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah  dilakukan guna mempersempit pembahasan dalam laporan ini. Penulis telah mefokuskan permasalahan pada salah satu model desain yang dibahas dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran karangan Wina S Bab 4 tentang Hakikat dan Model Desain Pembelajaran dengan Sub Babnya yaitu Model PPSI(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional) dari halaman 75 samapai 78.
Model desain PPSI menjadi salah satu kajian yang akan dibahas pada laporan Bab kali ini. Model tersebut banyak dikembangkan dan menjadi acuan dalam kurikulum khususnya di Negara kita pada pelaksanaan kurikulum tahun 1975. Sebagai salah satu model desain yang dipegang dan diimplementasikan oleh Negara kita , perlu kiranya untuk lebih memperdalam pengertian dan makna dari model desain ini.

C.     Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang dani pembatasan masalah yang telah disampaikan maka munculah beberapa perumusan masalah yang akan dibahas diantaranya ;
1.      Apakah pengertian dari Model Desain PPSI?
2.      Bagaimana tahapan-tahapan Model Desain PPSI
3.      Apa kelebihan dan kekurangan dari Model Desain PPSI?

D.    Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah tadi maka tujuan pembahasan disini adalah:
1.      Mengetahui pengertian dari Model Desain PPSI
2.      Mengetahui tahapan-tahapan Model Desain PPSI
3.      Mengetahui Kelebihan dan kekurangan  Model PPSI

E.     Manfaat Hasil Pembahasan
Penulis mengharapkan hasil dari pembahasan dapat dimanfaatkan oleh para pelaksana pendidikan secara umum dan khususnya bagi penulis. Dalam perancangan dan mendesain pembelajaran, pembahasan dalam laporan ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan tambahan keilmuan bagi praktisi pendidikan. Akhirnya penulis mengharapkan para pengguna dapat memanfaatkan hasil dari pembahasan sebagai salah satu solusi dalam permasalahan pembelajaran.



BAB II
ISI DESKRIFTIF

Desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Model-model desain rencana pembelajaran adalah model PPSI, model Banathy, model Kemp, model Gerlach & Elly, model Dick & Carrey, model ASSURE, model ADDIE, dan model Hanafin and Peck.
Pada buku yang dikarang oleh Wina Sanjaya yang berjdul “Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran” Tahun 2008 terbitan Kencana Pernada Media Grup cetakan ketiga Tahun 2010, pada Bab 4 di bahas mengenai Hakikat dan Model Desain Pembelajaran. Pada bab ini dibahas beberapa model desain Intruksional. Model-model tersebut diantaranya, model Kemp, model Banathy, model Dick and Cery dan model PPSI
Pengarang buku yang penulis laporkan ini adalah seorang pakar pendidikan juga menjabat sebagai Guru Besar di Universitas terkenal di negeri ini yaitu Universitas Pendidikan Indonesia. Dengan nama lengkap Profesor. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd selain sebagai dosen di UPI beliau juga mengajar di STKIP Garut sebagai dosen pada Program Pasca Sarjana Konsentrasi Teknologi Pembelajaran. Banyak buku yang telah beliau karang diantaranya terbitan Kencana Pranada Grup adalah Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Pada Bab 4 tersebut, terdiri dari beberapa sub bab yang menjelaskan mengenai hakikat dari sebuah desaian dan model-model dari desain pembelajaran. Pada sub bab hakikat desain dijelaskan mengenai pengertian dari desain pembelajaran, kriterianya dan hubungan perencanaan dan desaian pembelajaran. Pada sub bab ini pengarang ingin menyampaiakan hal-hal yang berkenaan dengan pengertian dan penentuan sebuah desaian pembelajaran.  Pada sub bab berikutnya yang menjelaskan tentang beberapa Model desain Instruksional. Dalam sub bab ini pengarang memberikan beberapa contoh model-model desain instruksional diantaranya, Model Kemp, Banathy, Dick and Cery dan PPSI,
Menurut Wina S dalam konteks pembelajaran desain instruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan ,perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.
Desain instruksional pada tahap implementasinya berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk pencapaian hasil belajarnya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini desain mengarahkan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan.
Model-model Desain Instruksional yang banyak dikembangkan oleh para ahli diantaranya, model Kemp, model Banathy, model Dick and Cery dan model PPSI.Kriteria dari Desaian Instruksional yaitu berorientasi pada siswa, berpijak pada pendekatan sistem dan teruji secara empiris. Pada laporan ini akan mencoba membahas mengenai model desain PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional.   
Dalam model PPSI pengajaran dipandang sebagai suatu sistem. Sub-sistem dari pengajaran, diantaranya tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat-alat dan sumber pembelajaran dan evaluasi. 
Model PPSI ini adalah gabungan dari perencanaan pengajaran versi Performance Based Teacher Education (PBET), perencanaan pengajaran sistematika dan perencanaan pengajaran model Davis. Di Indonesia dikembangkan menjadi PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Istilah sistem instruksional dalam PPSI, mengandung pengertian bahwa PPSI menggunakan pendekatan sistem, maka PPSI juga dapat disebut menggunakan pendekatan yang berorientasikan pada tujuan.Model pengembangan instruksional PPSI ini memiliki 5 langkah pokok, yaitu:

1. Perumusan tujuan, terdiri dari:
Merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK), TIK ini harus memenuhi empat kriteria yaitu:
a. Menggunakan istilah operasional
b. Berbentuk hasil belajar
c. Berbentuk tingkah laku
d. Hanya satu jenis tingkah laku
2. Pengembangan alat evaluasi, meliputi:
a. Menentukan jenis tes yang digunakan untuk menilai tercapai tidaknya tujuan
b. merencanakan pertanyaan (item) untuk menilai masing-masing tujuan
3. Kegiatan belajar, meliputi:
a. Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
b Menetapkan kegiatan belajar yang tak perlu ditempuh
c. Menetapkan kegiatan yang akan ditempuh
4. Pengembangan program kegiatan, meliputi:
a. Merumuskan materi pelajaran
b. Menerapkan metode yang dipakai
c. Alat pelajaran atau buku yang dipakai
d. Menyusun jadwal
5. Pelaksanaan, meliputi:
a. Mengadakan pre tes
b. Menyampaikan materi pelajaran
c. Mengadakan pos tes
d. Perbaikan
Pada setiap model yang diciptakan tentu memliki tujuan dan arah yang berbeda yang disesuaikan dengan pola dan kondisi pebelajar. Tentu saja setiap model memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dalam Model PPSI terdapat beberapa kelebihan yang dapat diambil manfaatnya, tetapi tentu saja model ini tidak sempurna karena memiliki kekurangan-kekurangan. Dibawah ini dijelaskan perbandingan kelebihan dan kekurangan dari model PPSI yaitu :
Kelebihan:
a.       Penyampaian materi bisa disesuaikan dengan kemampuan awal siswa
b.       Adanya post test yang bisa mengukur daya tangkap dan sejauh mana konsentrasi siswa.
c.       Adanya perbaikan untuk siswa yang mendapat nilai buruk
d.      Lebih tepat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan system pembelajaran
Kekurangan :
a.       Alokasi waktu untuk penyampaian materi terkurangi untuk pre test dan
post tes
b.      Pendidik harus menyiapkan soal untuk pre test dan post test

  


















BAB III
PEMBAHASAN

A.     Komentar
Makin maju ilmu pengetahuan mengakibatkan tiap generasi harus meningkatkan pola frekuensi belajarnya. Agar pendidikan dapat dilaksanakan lebih baik tidak terkait oleh aturan yang mengikat kreativitas pembelajar, kiranya tidak memadai hanya digunakan sumber belajar, seperti dosen/guru, buku, modul, audio visual, dan lain-lain, maka hendaknya diberikan kesempatan yang lebih luas dan aturan yang fleksibel kepada pebelajar untuk menentukan strategi belajarnya.
Pola pembelajaran tradisional yang dikenal adalah di mana pengajar mempunyai kedudukan sebagai satu-satunya sumber belajar, menentukan isi dan metode belajar, serta menilai kemampuan belajar pebelajar dalam pembelajaran. Maka untuk itu dikembangkanlah berbagai metode pembelajaran yang sesuai untuk dapat mempertinggi proses belajar dan dapat mempertinggi hasil belajar.
Ada beberapa alasan, mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi hasil belajar. Media pembelajaran yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok pengajar media yang berinteraksi dengan pembelajar secara tidak langsung, yaitu melalui media, pengajar kelas dan pengajar media. Pola pembelajaran yang demikian dapat digambarkan sebagai berikut:
Pola pemelajaran tersebut menggambarkan tanggung jawab bersama antara pengajar dan media, dan meningkatkan profesional pengajar. Di samping memperbanyak media pembelajaran juga mendesain bahan pembelajaran yang lengkap, sistematis, dan terprogram untuk keperluan belajar mandiri pembelajar. Oleh karena itu, kehadiran pengajar dapat sepenuhnya digantikan oleh media yang diciptakan.
Model PPSI, memandang pengajaran sebagai suatu sistem. Bagian-bagian atau sub-sistem dari pengajaran, meliputi tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, alat-alat dan sumber pembelajaran dan evaluasi. Semua komponen tersebut diorganisir sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen dapat berfungsi secara harmonis.
Tugas guru dalam PPSI adalah menyusun urutan langkah-langkah sehingga tersusun suatu urutan-urutan system pengajaran yang baik. Adapun urutan langkah-langkah dalam PPSI itu adalah sebagai berikut:
1.      Merumuskan tujuan instruksional khusus
2.      Menyusun alat evaluasi
3.      Menetapkan kegiatan pembelajaran 
4.      Merancang program pengajaran 
5.      Malaksanakan program
Pada bab ini Wina S ingin menyampaikan beberapa model Desain Instruksional yang dapat menjadi pegangan dan digunakan oleh para pendidik/guru dalam merancang perencanaan proses pembelajaran. Meskipun tidak terlalu mendetail tetapi inti point dari penyampaian informasi mengenai model Desain Instruksional khususnya model PPSI dapat dipahami oleh penulis.
Pada awal bab disebutkan bahwa tujuan sebuah desain adalah untuk memecahkan masalah yang muncul, dengan demikian suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Model desain PPSI muncul untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistematis, untuk dijadikan pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

B.     Penilaian
Pembahasan pada bab 4 tentang Hakikat dan Model Desain Pembelajaran dapat memberikan referensi yang berarti bagi penulis. Meskipun tidak terlalu mendetail tetapi maksud dan tujuan Wina S dalam menginformasikan beberapa model-model desain Instruksional khususnya PPSI dapat menjadi acuan bagi para guru untuk dapat mengimplementasikannya.
Ada beberapa hal yang dapat difahami dari bab tersebut mengenai hakikat munculnya model-model desain. Desain tercipta dikarenakan ada permasalahan yang timbul, dan permasalahan-permasalahan ini akan muncul dengan sendirinya ketika proses pembelajaran, artinya tidak menjadi ketentuan untuk para guru dalam merancang pembelajarannya hanya tertuju pada satu model desain saja.
Bagi para guru bebas untuk menentukan model mana yang cocok dengan keadaan  dan kondisi pebelajar dan lain-lainnya. Seperti halnya model PPSI yang pernah menjadi acuan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum negara kita pada tahun 1975. Hal ini dimungkinkan karena model desain PPSI cocok dalam iklim dan keadaan proses pembelajaran pada saat itu.
Hal yang bisa penulis nilai dalam pembahasan bab 4  pada buku karangan Wina S cukup baik. Informasi yang disampaikan dapat dipahami, tetapi perlu kiranya ada penambahan yang lebih mendetail mengenai informasi pendukungya. Diantaranya bagaimana proses pelaksanaan bangsa kita dalam menerapkan model desain PPSI pada kurikulum tahun 1975. Pada halamannya tidak dibahas         bagaimana proses dan evaluasi penerapan model desain PPSI pada saat itu.




















BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :
1.      Desain pembelajaran merupakan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran, yang merupakan suatu rancangan yang sistematis yang bersifat linier yang diawalai dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkannya untuk merespon kebutuhan tersebut, setelah itu diujicobakan dan akhirnya akan dievaluasi untuk menentukan efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
2.      Terdapat banyak model-model desain yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran, tetapi tidak keseluruhan model tersebut bisa diaplikasikan dalam sebuah rancangan pembelajaran tetapi harus disesuaikan dengan keadaan dan kondisi pebelajar dan lain-lainnya.
3.      Salah satu model desain instruksional adalah modela PPSI yang berfungsi untuk mengefektifkan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran secara sistematis, untuk dijadikan pedoman bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dengan tahapan-tahapan yang harus dilalui yaitu; merumuskan tujuan, mengembangkan alat evaluasi, mengembangkan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan program kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan program.

B.     Saran  
Dari laporan hasil membaca pada bab 4 buku karangan Wina S dengan judul Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai saran :
1.      Perlu pembahasan lebih terinci mengenai model-model desain pembelajaran khususnya model desain pembelajaran PPSI.
2.      Perlu adanya pembahasan mengenai perbandingan diantara model-model desain tersebut tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada hambanya. Tak lupa pula shalawat dan salam semoga terus dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW yang telah membimbing kita menuju jalan kebenaran.Akhirnya laporan bab pada buku  bisa saya selesaikan tepat pada waktunya,
Menyusun perencanaan dan desain pembelajaran, merupakan langkah penting agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara effektif dan effisien. Ada banyak desain pembelajaran yang telah diciptakan. Memilih desain pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pebelajar. Dalam laporan ini di bahas mengenai salah satu model desain instruksional yaitu model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan laporan ini saya ucapkan terima kasih , dan penulis tidak bisa tuliskan satu persatu. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat khususnya kepada penulis sendiri dan khalayak umum sebagai pelaksana dan pemerhati bidang pendidikan baik disekolah maupun dimasyarakat umum. Kebenaran mutlak datangnya dari Allah dan apabila ada kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan laporan munculnya dari penulis yang membutuhkan kritik dan saran yang membangun.


Garut, Agustus 2012

Penulis