BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Banyak
Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik,namun
pendidikan merupakan tugas Negara yang amat penting. Namun, di
negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan sering mengalami
kesulitan untuk berkembang. Cara dan sistem pendidikannya sering
menjadi kritik dan kecaman.
Salah
satu permasalahan yang menjadi sebab kenapa setiap sistem yang diterapkan tidak
berkembang dengan baik, adalah faktor pemahaman para pendidik terhadap teori
belajar. Banyaknya teori belajar yang telah tercipta oleh para ahli pendidikan
yang menjadi sumber rujukan dalam proses pembelajaran tidak di kuasai dan difahami oleh sebagian guru.
Dan hal inilah yang menjadi akar permasalahan suksesnya tujuan pendidikan
tercapai.
Pembelajaran merupakan
sebuah proses menuju tercapainya
tujuan pendidikan. Dalam hal ini, proses
pembelajaran sangatlah menentukan hendak kemana anak didik itu akan dibawa.
Berbagai macam model pembelajaran pun dilaksanakan untuk meraih tujuan yang
ideal. Karena proses pembelajaran merupakan bagian yang integral dari
pendidikan.
Akan menjadi sebuah kesulitan
bagi guru apabila kurang memahami teori belajar, proses belajar mengajar yang
dilakukan tidak sesuai dengan harapan. Disinilah sejatinya peran seorang
pendidik untuk memilih peran-peran penting yang sekiranya akan terwujud ketika mengajar didepan
peserta didik. Secara umum kita bisa memahami teori apa yang akan kita gunakan
apakah dengan teori behaviorisme atau dengan kognitifisme. Hal itu tergantung
dari pemilihan materi yang akan kita berikan kepada anak-anak.
Pada
laporan ini akan dikaji tentang pandangan kognitif dalam kegiatan pembelajaran
dan bagaimana penerapannya dalam proses pembelajaran. Salah satu model dan
strategi yang diterapkan adalah strategi pembelajaran konstektual (CTL).
Seperti yang dikutif dari Wina S (2008:255) : Contectual Teaching and Learning
adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Strategi
CTL memfungsikan kelas sebagai tempat bediskusi atas temuan-temuan yang telah
didapatkan dilapangan. Dalam strategi ini belajar tidak hanya mendengar dan
mencatat tetapi peserta didik secara langsung terlibat dan mempunyai pengalaman
yang nyata atas apa yang dipelajari.
B. Pembatasan
Masalah
Pembatasan masalah dilakukan guna mempersempit pembahasan dalam
makalah ini. Salah satu pembatasan masalah yang penulis susun adalah mengenai
penerapan teori belajar kognitifisme dalam proses pembelajaran. Penulis telah
mefokuskan permasalahan pada salah satu strategi dan model pembelajaran yaitu
strategi pembelajaran konstektual (CTL).
C. Perumusan
Masalah
Berdasarkan Latar
Belakang dan pembatasan masalah yang telah disampaikan maka munculah beberapa
perumusan masalah yang akan dibahas diantaranya ;
1.
Apakah pengertian dari Teori Belajar
Kognitifisme?
2.
Apakah Pengertian dari Pembelajaran
Konstektual(CTL)?
3.
Bagaimanakah penerapan Teori Belajar
Kognitifisme dengan Pendekatan Strategi CTL pada proses pembelajaran?
D. Tujuan
Pembahasan
Berdasarkan rumusan
masalah tadi maka tujuan pembahasan disini adalah:
1.
Mengetahui pengertian dari Teori Belajar
Kognitifisme?
2.
Mengetahui Pengertian dari Pembelajaran
Konstektual(CTL)?
3.
Mengetahui penerapan Teori Belajar
Kognitifisme dengan Pendekatan Strategi CTL pada proses pembelajaran?
E. Manfaat
Penyusunan
Penulis mengharapkan
hasil dari pembahasan dapat dimanfaatkan oleh para pelaksana pendidikan secara
umum dan khususnya bagi penulis. Setiap guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran diharapkan dapat memanfaatkan hasil dari pembahasan makalah ini.
Dalam laporan ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dan tambahan
keilmuan bagi praktisi pendidikan. Akhirnya penulis mengharapkan para pengguna
dapat memanfaatkan hasil dari pembahasan sebagai salah satu solusi dalam permasalahan
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Belajar Kognitif
Belajar kognitif memandang belajar
sebagai proses memfungsikan unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk
dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar
pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses
pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif
dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi
aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat
relatif dan berbekas.
Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada
bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat
belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan
faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam
membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat
dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang
secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan
potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada
setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses
pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami serta
menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar
mengajar di kelas.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh
para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di
kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami
kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya
mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di
kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik
B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
1.
PIAGIET
Dalam teorinya, Piaget memandang
bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari
konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena
penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur
yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan
kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak
ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia
akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa
tahap yaitu:
a. Tahap sensory
– motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih
sederhana.
Cirri-ciri tahap sensorimotor :
1) Didasarkan
tindakan praktis.
2) Inteligensi
bersifat aksi, bukan refleksi.
3) Menyangkut
jarak yang pendek antara subjek dan objek.
4) Mengenai
periode sensorimotor:
5) Umur hanyalah pendekatan.
Periode-periode tergantung pd banyak faktor lingkungan sosial dan kematangan
fisik.
6) Urutan
periode tetap.
7) Perkembangan
gradual dan merupakan proses yang kontinu.
b. Tahap pre
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa
tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstrak.
c. Tahap concrete
– operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak
sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d. Tahap formal
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir
abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam pandangan Piaget, proses
adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua
bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru
yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur
kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi / di kode ulang
disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori perkembangan kognitif
ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga
stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman
luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang berjalan
dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi
Menurut Jean Piagiet, bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu
proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui
prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.
b. Akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi
(penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang
memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar yang dialami seorang
anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang
sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa
lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan
operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif
seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
2.
AUSUBEL
Menurut Ausubel, siswa akan belajar
dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance organizer
didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur
kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup)
semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
David Ausubel merupakan salah satu
tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa
sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut”
(advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta
didik agar belajar menjadi bermakna.
Selanjutnya
dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak,
sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak
lain. Dengan
demikian kunci keberhasilan belajar
terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju
dengan pendapat bahwa kegiatan belajar
penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula.
Ausubel mengidentifikasikan empat
kemungkinan tipe belajar, yaitu (1)
belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang
bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar
dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal
berlawanan dengan bermakna, karena
belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang
diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian
bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.
3.
BRUNER
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan
situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan
eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya.
Dari sudut pandang psikologi kognitif,
bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output
pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental
intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak
dari tahapan mengingat,
dilanjutkan ke menerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep,
prosedur atau prinsip baru di bidang
disiplin keilmuan atau keahlian
yang sedang dipelajari.
Dalam teori belajar, Jerome
Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
(1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru, (2) tahap
transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
(3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap
kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur
pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai
intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan
untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan
bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.
Bruner beranggapan bahwa anak
kecilpun akan dapat mengatasi
permasalahannya, asalkan dalam
kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga
pertanyaan. Berdasarkan uraian
di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar
terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya
masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa.
Bruner juga memandang belajar
sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam
semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu,
pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum
pada konsep yang bersifat khusus. Semakin
bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi.
Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke
dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai
masukan.
Teori
belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan
fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu
dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena
kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi
kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui
sentuhan proses pendidikan.
Peranan
guru menurut
psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik.
Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi
dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik
akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari
di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa
yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga
kawasan yang diantaranya : Kognitif.
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
1.
Pengetahuan (mengingat, menghafal),
2.
Pemahaman (menginterpretasikan),
3.
Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
4.
Analisis (menjabarkan suatu konsep),
5.
Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
6. Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif
berkesimpulan bahwa salah satu faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki
oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya
berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar
mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.
C. Macam-macam
Teori Belajar Kognitif
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Gambar tersebut menunjukkan titik
awal dan akhir dari peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus
menunjukkan batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model
tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas, tekanan udara,
ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan disimpan secara cepat di dalam sistem
penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan,
maka informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan
memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut
diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan ke dalam memori jangka
panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka
pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi
karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah
ada di dalam memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu
terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
2. Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme
memandang bahwa:
Belajar
berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam
otak, yang diantaranya:
v Peserta
didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam adirinya
sendiri.
v Peserta
didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan
dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut
apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi.
v Peserta
didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4
asumsi tentang belajar, yaitu:
·
Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta
didik yang terkibat dalam belajar aktif.
·
Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh
peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
·
Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta
didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
·
Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh
peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya
Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
ü Membuat
catatan
ü Belajar
kelompok
ü Menggunakan
metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review)
D. Belajar Sebagai Proses Kognitif
Teori kognitif adalah teori yang
umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau
mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan,
menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang (Mulyati, 2005)
Teori belajar kognitif lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa teori belajar kognitif
diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis
bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam
dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki
kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga
memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel
dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang
Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa
yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar
discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri
pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna
guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat penulis ambil
garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama
mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan pada
konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori
belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran
sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masing
teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik
peserta didiknya.
E.
Strategi
Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contetextual teaching and learning (CTL )
adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut
ada tiga hal yang harus kita pahami:
1. CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya
proses belajar diorientasikan pada prosespengalaman secara langsung.
2. CTL
mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari
dengan situasi kehidupan nyata.
3. CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,artinya CTL bukan
hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi
bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari.
Sehubungan dengan hal
di atas terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan pendekatan CTL diantaranya :
1. Dalam CTL pembelajaran merupakan
proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada,artinya apa yang dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajarinya,dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitran satu sama lain.
2. Pembelajaran kontektual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,kemudian memperhatikan detailnya.
2. Pembelajaran kontektual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan, artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan
diyakini,misalnya dengan meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan
yang diperolahnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan
pengalaman tersebut.Artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,sehingga tampak perubahan pribadi
siswa.
5. Melakukan refleksi terhadap strategi
pengembangan pengetahuan.hal ini dilakukan sebagai umpan balik,untuk proses perbaikan dan penyempurnaan
strategi.
Peran Guru dan Siswa
dalam CTL ,terdapat beberapa yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala
menggunakan pendekatan CTL antara lain:
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual
dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.Kemampuan belajar seseorang
akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya.Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,melainkan organism
yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.Kemampuan belajar akan sangat
ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka.Dengan demikian
peran guru bukan sebagai instruktur yang memaksakan kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru.Oleh karena itu belajar belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang,Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.Dengan demikian peran guru adalah membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru.Oleh karena itu belajar belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang,Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.Dengan demikian peran guru adalah membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses
penyempurnaan skema yang telah ada atau proses pembentukan skema baru,dengan
demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses
asimilasi dan proses akomodasi.
CTL sebagai suatu
pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas.Asas –asas ini yang melandasi
pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
Ketujuh asas tersebut
antara lain
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah
proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa
berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala
dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.Oleh
sesbab itu pengalaman terbentuk oleh dua factor penting yaitu obyek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasi obyek
tersebut.
2. Inkuiri
Asas
kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis.Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi
hasil dari proses menemukan sendiri.Dengan demikian dalam proses
perencanaan,guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,akan
tetapi meransang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya.
3. Bertanya
Belajar pada dasarnya
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.bertanya dapat dianggap sebagai
refleksi dari keingintahuan setiap individu,sedangkan menjawab pertanyaam
mencerminkan kemampuan sesorang dalam berpikir.Dalam proses pembelajaran CTL
guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa
dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui
pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4. Masyarakat belajar
4. Masyarakat belajar
Dalam CTL penerapan
masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar.Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya.Biarkan
dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan,yang cepat didorong untuk
membantu yang lambat belajar.
5. Pemodelan
5. Pemodelan
Yang dimaksud dengan
asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.Misalnya guru memberikan contoh
bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing.guru olahraga memberikan contoh
bagaimana cara melempar bola dan lain sebagainya.
6. Refleksi
Refleksi adalah proses
pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara
mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya.Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam
struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan
yang telah dibentuknya.
7. Penilaian nyata
7. Penilaian nyata
Penilaian nyata
(authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak.apakah
pengetahuan belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan
baik intelektual maupun mental siswa.
Contoh
Pola dan Tahapan Pembelajaran Kontekstual ( CTL ) yang dikutif dari buku
“Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan “ Karangan Wina
Sanjaya Tahun 2008.
Salah satu contoh dalam
penerapan pembelajaran adalah sebagai berikut, misalkan pada suatu hari guru
akan membelajarkan anak tentang fungsi pasar.kompetensi yang harus dicapai
adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan jenis pasar.Untuk mencapai
kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar:
1.siswa dapat menjelaskan pengertian
pasar
2. siswa dapat menjelaskan jenis-jenis
pasar
3.siswa dapat menjelaskan perbedaan
karakteristik antara pasar tradisional dengan non tradisional (swalayan).
4.Siswa dapat menyimpulkan tentang
fungsi pasar
5.Siswa
bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan pasar.
Untuk mencapai
kompetensi tersebut dengan pendekatan CTL,guru menggunakan langkah-langkah
pembelajaran seperti berikut :
a.Pendahuluan
1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2.Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
a.Pendahuluan
1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2.Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
- Siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok sesuai dengan jumlah siswa
- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.Misalnya kelompok 1,dan 2 observasi ke pasar tradisional,kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan.
- Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.Misalnya kelompok 1,dan 2 observasi ke pasar tradisional,kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke pasar swalayan.
-Melalui observasi siswa ditugaskan untuk
mencatat berbagai hal yang ditemukan di pasar-pasar tersebiut.
3. Melakukan tanya jawab sekitar tugas
yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
b.
Inti
di lapangan
1.siswa melakukan observasi ke pasar
sesuai dengan pembagian kelompok
2.siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas
1. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan temuan kelompok masing-masing.
2. Siswa melaporkan hasil diskusi
2.siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya. Di dalam kelas
1. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan temuan kelompok masing-masing.
2. Siswa melaporkan hasil diskusi
3. Setiap kelompok menjawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
Penutup
1. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai.
2. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema pasar.
1. Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai.
2. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema pasar.
BAB
III
KAJIAN
LAPORAN
CTL
banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang menganggap bahwa sesorang
dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu. Belajar bukan merupakan proses menghapal tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan tersebut tidak
diberikan atau ditransferkan oleh orang lain atau guru tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu.
Sesuai
dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran
aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran
psikologis kognitif. Menurut aliran ini pemahaman sesorang atau individu akan
terbentuk dari lingkungan dia berada.
Maka
dari itu pembelajaran yang melakukan pendekatan strategi CTL biasanya
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber dari proses belajar. Peserta
didik diarahkan untuk mengobservasi,mengamati dan menyampaikan laporan atas apa
yang dia ketahui dari apa yang diamatinya.
Strategi pembelajaran melalui
pendekatan kontekstual (Contextual Teachinh and Learning) merupakan konsep
belajar yang bisa membantu guru menghubungkan antara materi yang diajarkan
dengan realitas dunia nyata murid, dan mendorong murid membuat interaksi antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kaitan ini siswa dapat menyadari
sepenuhnya apa makna belajar, manfaatnya, bagaimana upaya untuk mencapainya dan
dapat memahami bahwa yang mereka pelajari bermanfaat bagi hidupnya nanti.
Sehingga mereka akan memposisikan diri sebagai diri mereka sendiri yang membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk meraihnya.
Sehingga mereka akan memposisikan diri sebagai diri mereka sendiri yang membutuhkan bekal hidupnya dan berupaya keras untuk meraihnya.
Adapun tugas guru dalam pembelajaran
kontekstual adalah membantu siswa dalam meraih tujuannya. Artinya guru lebih
fokus pada urusan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru dalam hal ini
hanya memanage kelas sebagai sebuah tim yang bekerja untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi siswa. Proses pembelajaran lebih diwarnai student centered
ketimbang teacher centered . Menurut DEPDIKNAS, guru harus melakukan beberapa
hal berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari
oleh siswa,
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian psikologis dan sosiologis
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian psikologis dan sosiologis
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal
siswa yang selanjutnya memilih dan menghubungkan dengan konsep atau teori yang
akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual,
4) Merancang pembelajaran dengan mengkaitkan konsep
atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki dan
lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanaka evaluasi terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikanbahanrefleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya.
5) Melaksanaka evaluasi terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikanbahanrefleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam
laporan ini penulis diarahkan untuk mengamati penerapan Teori dan Konsep
Belajar pada proses pembelajaran yang berada disekolah. Untuk lebih memfokuskan
laporan penulis mengadakan observasi terhadap rekan kerja yang mengajar di
kelas V. Langkah-langkah yang penulis
susun adalah dengan cara mengamati dan mengobservasi kegiatan proses
pembelajaran baik dari sudut administrasi dan alur praktek pembelajaran di
kelas. Selain mengamatai dan menganalisis dengan kajian yang akan penulis
laporkan, sedikit memberikan beberapa pertanyaan kepada rekan kerja tersebut
dengan melakukan wawancara.
Berikut tahapan-tahapan yang penulis
lakukan dalam mengobservasi dan mengadakan pengamatan atas kajian yang akan
dilaporkan.
1.
Menganalisa
Silabus dan RPP yang sesuai dengan bidang kajian penulis.
2.
Mengamati
kegiatan proses pembelajaran
3.
Melakukan
wawancara dengan guru tersebut
4.
Mempersepsikan
kegiatan yang telah diamati dengan bidang kajian yang penulis ajukan.
5.
Membuat
kesimpulan.
1.
Menganalisa Silabus dan RPP yang sesuai dengan bidang
kajian penulis
RPP
IPS KELAS V SEMESTER I
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( RPP )
Sekolah : SDN KARANGANYAR III
Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Kelas/Semester : V/I
Alokasi Waktu : 12 jam
pelajaran @ 35 menit
Pertemuan
minggu ke- 1 sampai 4 (4 minggu)
I.
Standar Kompetensi
1.
Menghargai berbagal peninggalan dan sejarah yang berskala nasional pada
masa Hindu-Budha, dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta
kegiatan ekonomi di Indonesia
II.
Kompetensi Dasar
1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan
sejarah yang berskala nasional dan masa Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
III. Tujuan Pembelajaran**
¨ Siswa dapat Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dan
masa Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
v Karakter siswa yang diharapkan : Disiplin ( Discipline ), Rasa hormat dan perhatian (respect ), Tekun ( diligence
) , Jujur ( fairnes ) dan Ketelitian ( carefulness)
IV.
Materi Pokok
§ Makna peninggalan-peninggalan sejarah yang
berskala nasional dan masa Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
V.
Strategi Pembelajaran
Strategi : CTL
Metode : Ceramah, Diskusi dan Tanya Jawab
VI.
Langkah-Langkah Pembelajaran (Pertemuan 1 - 3)
Pertemuan 1, 2 dan 3
· Kegiatan awal
F Mengajak
semua siswa berdoa sesuai dengan agama, presensi, apersepsi dan kepercayaan
masing-masing, untuk mengawali pelajaran.
F Memberikan
motivasi dan menjelaskan tujuan pembelajaran
· Kegiatan inti
& Eksplorasi
Dalam
kegiatan eksplorasi, guru:
F Menjelaskan
dan menyusun daftar peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Budha dan Islam di
Indonesia
F Menjelaskan
daftar peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
F Menjelaskan
dan menceritakan beberapa peninggalan sejarah yang bercorak Hindu-Budha dan
Islam dl Indonesia
F Menjelaskan
cara-cara melestarikan dan memberi makna peninggalàn yang berskala nasional dan
masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
F Memberikan informasi bahwa ada peninggalan pada masa
Hindu-Budha didaerah sekitar lingkungannya yaitu di daerah Cangkuang dengan
Candinya.
F melibatkan
peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan
F memfasilitasi
peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
& Elaborasi
Dalam
kegiatan elaborasi, guru:
F memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
F memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut;
F memfasilitasi
peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
F memfasilitasi
peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
F memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun
tertulis, secara individual maupun kelompok;
F memfasilitasi
peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
F memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan;
F memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
& Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
F Guru
bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
F Guru
bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan
penguatan dan penyimpulan
·
Kegiatan
Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
F bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
F melakukan
penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram;
F memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
F merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
F memberikan tugas mandiri tersetruktur dengan menyuruh
anak-anak mengunjungi candi cangkuang dan melaporkan temuan-temuan yang didapat
siswa di lingkungan Candi Cangkuang.
VII.
Alat Dan Sumber Bahan
§ Alat Peraga : Gambar candi borobudur,
candi prambanan, masjid, dll
§ Sumber :
Buku IPS kelas V
Buku
yang relevan
VII. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen/ Soal
|
§ Menyusun daftar peninggalan sejarah yang
bercorak Hindu-Budha dan Islam yang ada di Indonesia
§ Membuat daftar peninggalan sejarah yang
bercorak Hindu-Budha dan Islam yang ada di Indonesia
§ Menceritakan peninggalan sejarah yang
bercorak Hindu-Budha dan Islam yang ada di Indonesia
§ Melestarikan peninggalan sejarah yang bercorak
Hindu-Budha dan Islam yang ada di Indonesia
§ Menunjukkan letak peninggalan sejarah
Hindu – Buddha me- lalui peta
§ Mengelompokkan peninggalan sejarah
sesuai kelompok aga- manya
§ Membuat laporan hasil kunjungan ke
tempat bersejarah(candi Cangkuang)
§ Mendiskusikan hasil kunjungan ke tempat
bersejarah
|
Tertulis
|
Uraian
|
Jelaskan
pening-galan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu- Budha, dan Islam di Indonesia
|
Format Kriteria Penilaian
& Produk ( hasil diskusi )
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
|
Konsep
|
* semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil benar
* semua salah
|
4
3
2
1
|
& Performansi
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
2.
|
Pengetahuan
Sikap
|
* Pengetahuan
* kadang-kadang
Pengetahuan
* tidak Pengetahuan
* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap
|
4
2
1
4
2
1
|
Lembar
Penilaian
No
|
Nama
Siswa
|
Performan
|
Produk
|
Jumlah
Skor
|
Nilai
|
|
Pengetahuan
|
Sikap
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
|
CATATAN
:
Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal
) X 10.
@ Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka
diadakan Remedial.
Mengetahui
Kepala SDN
Karanganyar III
YETI SURYATI
NIP.
195408011974022002
|
Karanganyar, 16 Juli 2012
Guru Kelas V
I
M A S
NIP.
196306061983052006
|
2. Mengamati
kegiatan proses pembelajaran
Pada tahap berikutnya mengamati proses kegiatan
pembelajaran, apakah pada kegiatan ini guru melaksanakan kegiatan pembelajaran
sesuai dengan Rancangan yang telah disusunnya. Ada beberapa hal temuan yang
penulis dapatkan dari tahap ini diantaranya ;
1.
Para
siswa mengalami sendiri materi yang disampaikan oleh guru dengan cara
melaporkan hasil temuannya dilapangan atau didaerah Candi Cangkuang.
2.
Dalam
kegiatan belajar siswa terlihat aktif , dikarenakan mereka mempunyai
pengetahuan yang didapat dari kegiatan tugas pengamatan Candi Cangkuang.
3.
Terjadi
kegiatan diskusi, yang dibentuk oleh guru dan siswa memaparkan hasil temuannya
masing-masing.
4.
Pada
proses Tanya jawab terlihat siswa merasa tertarik untuk membandingkan isi
materi yang disampaikan oleh guru dengan hasil temuan mereka.
5.
Dengan
pendekatan strategi CTL dan metode yang disampaiakannya ini memudahkan siswa
untuk lebih memahami materi dikarenakan lingkungan disekitarnya mendukung dari
materi yang disampaiakan.
3. Melakukan
pengamatan proses pembelajaran oleh guru tersebut
Untuk mendapatkan informasi
dan hasil dari pengamatan dengan bidang kajian penulis mengadakan bebarapa poin
pengamatan kepada guru tersebut diantaranya
LEMBAR OBSERVASI
No
|
Aspek yang
Diobservasi
|
Komentar
|
1
|
Strategi
dan metode apa yang digunakan?
|
Strategi
Pembelajaran konstektual dengan metode Tanyajawab,
diskusi, ceramah
|
2
|
Sudah sesuaikah materi yang diajarkan dengan
strategi yang dipilih?
|
Strategi yang dipilih cocok dengan materi yang akan
diajarkan karena disekitar daerah para siswa ada situs bersejarah yang dapat
diamati
|
3
|
Apakah
dalam proses pembelajaran memberikan penguatan?
|
Memberikan
penguatan verbal
|
4
|
Apakah
dalam membuka pelajaran guru melaksanakan apersepsi?
|
Apersepsi
dilaksanakan cukup baik, melakukan tanya jawab ada kaitannya dengan
materi yang akan diajarkan.
|
5
|
Apakah
dalam menjelaskan meteri pembelajaran disertai alat peraga?
|
Alat
peraga relevan dengan materi pembelajaran
|
6
|
Apakah
pertanyaan yang diungkapkan guru sesuai dengan tingkat perkembangan siswa ?
|
Pertanyaan
diungkapkan dengan jelas, usahakan kalimatnya sederhana
|
7
|
Apakah
siswa diberi kesempatan untuk bertanya ?
|
Usahakan
siswa diberi kesempatan untuk bertanya, agar tidak pasif
|
8
|
Apakah
penugasan sesuai dengan RPP yang disusun pembelajaran
?
|
Penugasan sesuai dengan RPP yang disusun yaitu
mengamati tempat bersejarah yang berada disekitar rumahnya.
|
9
|
Apakah
diadakan kegiatan diskusi kelompok ?
|
Terjadi kegiatan diskusi dengan membagi kelompok,
tiap kelompok melaporkan hasil temuannya masing-masing
|
4. Mempersepsikan
kegiatan yang telah diamati dengan bidang kajian yang penulis ajukan.
Dari proses pengamatan yang penulis jalankan ada beberapa hal catatan
penting mengenai keterhubungan proses kegiatan pembelajaran dengan teori
belajar yang di jelaskan di Bab II.
Rekan guru penulis, peka dan bisa mengadopsi strategi apa yang harus
diterapkan ketika mendapati materi tadi. Dengan menerapkan strategi CTL berarti
beliau telah memahami teori belajar kognitifisme.
CTL berarti siswa mengalami sendiri dan terlibat secara penuh dalam
penemuan materi yang dipelajarinya di daerah dan lingkungan sendiri, dengan
tujuan siswa dapat menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka masing-masing.
Sebagai bagian dari pengaruh aliran Konstruktivisme, CTL terbentuk
karena peran aktif subjek, dan terjadi proses belajar dari pemahaman individu
terhadap lingkungannya sendiri. Dari pengamatan yang dilakukan siswa ke Candi
Cangkuang, maka siswa mendapatkan sendiri pengetahuan-pengetahuannya dari apa
yang ditemukannya.
Proses pembelajaran yang terjadi, sudah sesuai dengan standar proses
pendidikan yang diamanatkan oleh undang-undang. Bahwa sedikit-demi sedikit guru
dapat mengimplementasikan Kompetensinya dalam kegiatan sehari-hari atau proses
mengajar untuk dapat memberikan pemahaman dan pengalaman kepada siswa dalam
menemukan pengetahuan-pengetahuan yang baru dan tercipta perubahan prilaku
sebagai proses belajar dan dapat mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran.
Sedikit banyaknya guru memahami akan teori belajar, akan mempengaruhi
terhadap gaya belajarnya masing-masing. Anggapan bahwa guru hanya menyampaikan
materi dengan cara yang klasik dan konvensional dapat terbantahkan dengan hasil
laporan dari observasi yang penulis lakukan. Tapi memang pada kenyataannya
dilapangan tidak semua materi dapat disampaikan dengan menggunakan strategi dan
metode yang relevan, dikarenakan satu hal dengan lainnya, misalkan dikarenakan
sarana yang tidak menunjang dan media yang belum terpenuhi yang akhirnya
memaksa guru untuk menyampaikan materi dengan cara-cara yang klasik.
Pemahaman guru terhadap teori dan konsep belajar adalah harga mutlak,
apabila mereka ingin tetap pada jalur professional dan terus dihargai oleh
Bangsa dan Negara. Sebagai dasar dari pengetahuan para pendidik, teori dan
konsep belajar menjadi salah satu acuan untuk menerapkan proses-proses
pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan dan kebutuhan siswa. Yang
akhirnya tujuan-tujuan pendidikan secara keseluruhan dapat tercapai dengan
optimal.
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
CTL atau Contekstual Teacing and
Learning atau juga pembelajaran kontstektual optimal untuk semua tingkatan pendidikan, merupakan
konsep belajar yang bisa membantu guru menghubungkan antara materi yang
diajarkan dengan realitas dunia nyata murid, dan mendorong murid membuat interaksi
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
2. CTL
memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam
kehidupan nyata. Maka
dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif atau aliran kognitivisme.
3.
Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat
untuk memperoleh informasi tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil
temuan peserta didik di lapangan.
4.
Diperlukan pola dan langkah pembelajaran CTL di kelas
agar strategi CTL dapat diterapkan secara efektif dan sesuai materi pelajaran
yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
5.
Strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dapat diaplikasikan pada mata pelajaran IPS baik di tingkat pendidikan SD
maupun tingkatan pendidikan lainnya.
6.
Para guru
telah dan dapat mengadopsi strategi dan metode yang relevan sebagai turunan
dari Teori-Teori Belajar yang tercipta oleh para ahli.
B.
SARAN
1.
Dengan pemahaman tentang Contextual Teaching
and Learning (CTL) ini diharapkan para guru dapat menerapkan strategi ini
dalam melaksanakan proses belajar mengajar (PBM) di sekolah dan dapat lebih
meningkatkan kualitas maupun kuantitas penguasaan materi pelajaran IPS siswa di
sekolah yang pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia sebagaimana tujuan dan fungsi pendidikan nasional.
2. Disarankan
bagi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dapat mendiskusikan metode-metode pembelajaran
yang efektif untuk mata pelajaran, sehingga dapat merekomendasikannya kepada
guru mata pelajaran, salah satunya yaitu penerapan strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat
Illahi Rabbi, yang telah memberikan berbagai kenikmatan kepada hambanya. Tak
lupa pula shalawat dan salam semoga terus dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad
SAW yang telah membimbing kita menuju jalan kebenaran.Akhirnya tugas laporan Tinjauan Penerapan Teori Belajar pada Kegiatan
Pembelajaran bisa saya
selesaikan tepat pada waktunya.
Pemahaman Teori Belajar adalah salah satu indickator terciptanya proses
belajar yang diharapkan. Sebagai pendidik atau guru, memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip teori belajar merupakan langkah penting agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai secara effektif dan effisien. Beberapa madzhab teori belajar telah melahirkan
berbagai produk untuk kegiatan pembelajaran. Salah satu produk yang menjadi
pembahasan dalam laporan ini adalah CTL atau pembelajaran kontektual yaitu
pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung kepada siswanya dalam
menmendapatkan pengetahuan.
Kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan laporan
ini saya ucapkan terima kasih , dan penulis tidak bisa tuliskan satu persatu.
Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat khususnya kepada penulis sendiri dan
khalayak umum sebagai pelaksana dan pemerhati bidang pendidikan baik disekolah
maupun dimasyarakat umum. Kebenaran mutlak datangnya dari Allah dan apabila ada
kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan laporan munculnya dari penulis yang
membutuhkan kritik dan saran yang membangun.
Garut, November 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
|
i
|
DAFTAR ISI
|
ii
|
BAB I PENDAHULUAN
|
1
|
A. Latar Belakang
|
1
|
B. Pembatasan Masalah
|
2
|
C. Perumusan Masalah .
|
2
|
D. Tujuan
Pembahasan.
|
2
|
E. Manfaat
Penyusunan
|
3
|
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar Kognitif
B.
Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
C.
Macam-Macam Teori Belajar Kognitif
D.
Belajar Sebagai Proses Kognitif
E.
Strategi Pembelajaran
Kontektual(CTL)
|
4
4
5
11
13
14
|
BAB III KAJIAN
LAPORAN
|
20
|
BAB IV PENUTUP
|
31
|
A. Kesimpulan
|
31
|
B. Saran
|
32
|
DAFTAR PUSTAKA
|
iii
|
DAFTAR
PUSTAKA
Sanjaya, Wina. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pross Pendidikan.
Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Surya, Muhammad.
(2004). Psikologi Pembelajaran dan
Pengajaran. Pustaka Bani Quraisy
Tim Pengembang UPI. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis Bandung
: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA.
http://id.scribd.com/doc/56033062/strategi-pembelajaran-kontekstual
http://organisasi.org/strategi-pembelajaran-kontekstual-oleh-oleh-dari-plpg-slamet-p
PENERAPAN TEORI BELAJAR
KOGNITIFISME
TERHADAP PROSES
PEMBELAJARAN
Diajukan
Sebagai Bahan Penilaian Dalam Mata Kuliah
Teori Pembelajaran Yang Diampu Oleh Prof. Dr. H. Muhamad Surya, M.A
Oleh :
ASEP CAHYADIN, S.Pd
NIM : 11868005
ANGKATAN VI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
GARUT
2012
0 komentar:
Posting Komentar