TEORI BELAJAR KOGNITIF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar
bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu diantara
teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya
B.F. Skinner, Thorndike, Watson dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori
belajar hasil eksperimen mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam
arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.[1]
Namun seiring
dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori tersebut
mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya pemikiran teori belajar yang
baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis
dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan
mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri (self control)
yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak menghendaki,
misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan proses belajar
manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan
hewan.[2]Hal ini dapat
diidentifikasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.
Dari
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat diambil suatu
pertanyaan, “Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli psikologi
pendidikan dalam mengatasi kelemahan teori tersebut ?’’Realitas ini
sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini.
Untuk itu
pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut.
Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan bahwa para ahli
telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar kognitif yang
lebih mampu meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan
kemajuan proses belajar sebagai lanjutan dari teori behaviorisme
tersebut.
Selanjutnya
berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, makalah ini kami beri
judul “Teori Belajar Kognitif “
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami angkat
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana
pandangan teori belajar Kognitif itu ?
2. Siapa
tokoh-tokoh teori belajar Kognitif itu ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah agar kita dapat menjelaskan/mendeskripsikan :
1. Pandangan tentang teori belajar Kognitif
2. Tokoh-tokoh teori belajar Kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Teori Belajar Kognitif
Tidak seperti
halnya belajar menurut perspektif behavioris____dimana perilaku manusia tunduk
pada peneguhan dan hukuman[3]____pada perspektif kognitif[4] ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya,
menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta
mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang
berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah
bagaimana orang berpikir,mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah.
Hal yang menjadi pembahasan sehubungan dengan teori belajar ini adalah
tentang jenis pengetahuan dan memori.
1. Jenis Pengetahuan
Menurut
pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses
belajaradalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada
situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita ketahui akan sangat
menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat
ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya,
tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Perspektif kognitif
membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pengetahuan Deklaratif yaitu
pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya
pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi
berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi
(setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya
gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara
menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan
pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).
b. Pengetahuan Prosedural yaitu
pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian
satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan
bagaimana”. Contoh, Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada
bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu
mengerjakan perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan
prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu
atau menterjemahkan teks bahasa Inggris. Seperti halnya siswa yang mampu
berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan
prosedural hal tersebut.
c. Pengetahuan Kondisional, Pengetahuan adalah
pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural
digunakan. Seperti.siswa harus dapat mengidentifikasi terlebih dahulu persamaan
apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum melakukan proses
perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini
jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan
konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat
melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya
mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.
2. Model Pengolahan Informasi
Untuk
menggunakan tiga jenis pengetahuan di atas, tentunya kita harus dapat
mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya teori belajar yang
dibahas dalam perspektifkognitif ini adalah tentang bagaimana
individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam proses
berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan informasi merupakan
salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan
kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang
meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori
kerja danmemori jangka panjang.
a. Memori
Sensori adalah sistem mengingat stimuli secara cepat
sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
b.Memori Kerja atau memori
jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu sampai sekitar
20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi. Informasi yang
dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan menentukan apa
yang perlu disimpan di memori kerja ini.
c. Memori Jangka
Panjang menyimpan informasi yang sangat besar dalam
waktu yang lama.Informasi di dalamnya disimpan
dalam bentuk secara verbal dan visual.
Memori Sensori
Memori sensori adalah sistem yang
bekerja seketika melalui alat indera dimana kita memberikan arti kepada stimuli
yang datang dinamakan persepsi. Arti yang diberikan berasal
dari realitas objektif serta dari pengetahuan kita sebelumnya. Contohnya, suatu
symbol ‘l’ akan dipersepsi sebagai huruf alpabet tertentu kalau kita
menggolongkannya dalam urutan j, k. l, m; namun dalam kesempatan berbeda seperti
l, 2, 3, 4 maka symbol yang sama bermakna angka satu. Memori sensori akan
menangkap stimuli dan mempersepsi, atau memberikan makna; dalam hal ‘l’ konteks
dan pengetahuan kita akan menentukan makna yang akan diberikan, bagi seseorang
yang tidak mempunyai pengetahuan tentang angka atau huruf, maka symbol itu
kemungkinan tidak bermakna apapun. Misalnya teks yang anda baca saat ini akan
dipersepsi berbeda oleh orang lain yang tidak mengerti bahasa Indonesia ataupun
yang buta huruf, walaupun matanya melihat deretan simbol yang sama seperti
Anda; ataupun saat kita membaca huruf kanji dari koran berbahasa Jepang, dimana
kita tidak punya kemampuan untuk memahaminya. Memori sensori tidak hanya
bekerja untuk simbol saja namun juga dalam hal warna, gerakan, suara, bau, suhu
dan lainnya yang semuanya harus dipersepsi secara simultan. Namun karena
keterbatasan kemampuan, kita hanya dapat memfokuskan pada beberapa stimuli saja
dan mengingkari yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian
sangatlah selektif; dengan kata lain saat perhatian penuh sangat
diperlukan, biasanya stimuli lainnya akan ditolak.
Perhatian adalah tahap pertama
dalam belajar. Siswa tidak dapat memahami apa yang mereka tidak kenali atau
tidak dapat dipersepsi. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi perhatian
siswa. Cara lainnya adalah melalui perlakuan pada kata yang diucapkan atau
ditulis oleh guru dengan warna yang kontras, digaris bawahi atau ditandai;
memanggil siswa secara acak, memberikan kejutan siswa, menanyakan hal yang
menantang, memberikan masalah yang dilematis, mengubah metode mengajar dan
tugas, mengubah frekuensi suara dan jedanya akan dapat membantu menarik
perhatian dari siswa.
Memori Kerja
Saat stimulus
dipersepsi dan diubah menjadi suatu pola gambar atau suara, informasi yang
didapat menjadi tersedia untuk proses selanjutnya. Memori kerja adalah tempat
dimana informasi baru ini berada dan digabungkan dengan
pengetahuan yang berasal dari memori jangka panjang. Kapasitas memori
kerja ini sangat terbatas, dari berbagai eksperimen kapasitas yang dapat
disimpan sekitar lima sampai sembilan hal baru dalam satu waktu. Satu nomor
telepon sepanjang tujuh desimal dapat diingat oleh rata-rata manusia dewasa,
namun hal yang berbeda bila disuruh untuk mengingat dua buah nomor telepon (14
desimal). Kita tidak dapat memanggil kedua nomor telepon tadi
karena terbatasnya kapasitas memori kerja ini. Hal lainnya dari memori kerja
ini adalah waktu yang digunakannya pun hanya sekitar 5 sampai 20 detik saja.
Namun walaupun begitu, waktu tersebut sangat cukup misalnya untuk mengingat dan
memahami apa yang anda baca dalam bagian awal kalimat ini sebelum mencapai
akhir kalimat. Tanpa adanya memori kerja, kita tidak bisa memahami susunan kata
dalam satu kalimat dan gabungan antara kalimat yang berdekatan. Karena sedikit
dan sempitnya memori ini bekerja, maka jenis memori ini harus terus diaktifkan,
kalau tidak, maka informasi yang didapat menjadi hilang. Supaya apa yang
diingat bisa lebih panjang dari 20 detik, kebanyakan orang memakai
strategi tertentu untuk mengingatnya. Cara yang pertama adalah strategi
latihan yang terbagi menjadi pengelolaan dan elaboratif. Latihan
pengelolaan dilakukan dengan pengulangan informasi di pikiran anda. Sepanjang
anda terus melakukan pengulangan informasi, hal itu akan berada di memori
kerja. Cara ini dapat berguna untuk mengingat sesuatu, seperti nomor telepon,
yang kemudian untuk dipergunakan dan setelah itu tidak perlu diingat
lagi. Cara latihan elaboratif adalah dengan menghubungkan
sesuatu yang baru dengan apa yang sudah diketahui, yaitu informasi yang sudah
terdapat di memori jangka panjang. Latihan elaboratif ini tidak hanya
meningkatkan memori kerja, tetapi membantu memindahkan informasi memori jangka
pendek ke memori jangka panjang. Cara kedua adalah dengan
pengelompokkan (chunking) yang dipergunakan untuk menanggulangi
terbatasnya kapasitas memori kerja. Banyaknya bit informasi__ bukannya ukuran
setiap bit___adalah sisi keterbatasan memori kerja. Kita dapat mengingat
informasi lebih banyak jika dapat mengelompokkan tiap-tiap bit menjadi unit
yang berarti. Deretan enam angka seperti 1, 5, 1, 8, 2, dan 0 akan lebih mudah
diingat dalam bentuk dua digit (15, 18 dan 20) atau tiga digit (151, 820). Jika
dilakukan cara ini, maka kita cukup perlu mengingat dua atau tiga informasi
saja dalam satu waktu dibanding enam buah.
Memori Jangka
Panjang
Informasi memasuki memori kerja
dengan cepat, namun untuk dapat disimpan di memori jangka panjang, membutuhkan
usaha tertentu. Dalam memori jangka panjang inilah, berbagaiinformasi
disimpan dan dihubungkan dalam bentuk gambaran dan
skema, suatu pola struktur data yang membuat kita bisa menggabungkan informasi
kompleks yang sangat besar,membuat kesimpulan dan memahami
informasi baru. Bila kapasitas memori kerja sangat terbatas, kapasitas
memori jangka panjang dapat dikatakan hampir tak terbatas. Kebanyakan kita
tidak pernah menghitung kapasitasnya, dan saat satu informasi secara aman sudah
disimpan, akan tetap ada disana dalam waktu yang tak terbatas. Secara teoritis
walaupun kita mampu untuk mengingat sebanyak yang kita mau, namun tantangannya
justru adalah memanggilnya, yaitu mendapatkan informasi yang tepat sesuai
keinginan. Akses pada informasi membutuhkan waktu dan usaha, karena kita harus
mencarinya dalam lautan informasi yang luas dalam memori jangka panjang, dan
informasi yang jarang dipakai biasanya akan makin sulit untuk ditemukan.
Terdapat tiga jenis memori jangka panjang, yaitu: episodik[5], prosedural[6] dan semantik[7]. Untuk memanggil dan menambah informasi di memori
jangka panjang, kita dibantu dengan elaborasi[8], organisasi[9] dan
penggunaan konteks.[10]
Psikologi pembelajaran kognitif
mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang
berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.
Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi
yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu
manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada
pandangan itu teori psikologi kognitif memandangbelajar
sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain,
aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni
pengolahan informasi.[11]
Teori belajar
kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses daripada hasil belajar itu
sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks.[12] Pada
masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan
bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke
respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini).Namun,
lambat laun perhatian itu mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka
terpusat padaproses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu
yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Menurut teori ini,
ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi
yang berkesinambungan dengan lingkungan.[13] Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud
dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piagiet,
“belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free
discovery learning) oleh Jerome Bruner.
Dalam perspektif psikologi
kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa
behavioral__yang bersifat jasmaniah___meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.[14] Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan
arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli
kognitif, tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan
sebagainya.[15]
Meskipun pendekatan kognitif[16] ini
sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, tidak berarti
pendekatan kognitif anti terhadap aliran behavioristik.[17]
B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
1. PIAGIET
Menurut Jean
Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Asimilasi yaitu proses
penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip
penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.
b. Akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c. Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang
memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses belajar
yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang
dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain
lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi
(operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.[18]
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.[19]
2. AUSUBEL
Menurut Ausubel,
siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance
organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang
mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David
Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat
bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar
yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar
belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu
terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang
sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci
keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan
pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada
kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta
didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik
pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipebelajar,
yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah
yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar
dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal
berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik
tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya. Dengan demikian
bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.[20]
3. BRUNER
Menurut
Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar
mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen
untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari
sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang
dipandang efektif untukmeningkatkan kualitas output
pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran
yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada
setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikanMerril, yaitu
jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan kemenerapkan,
sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip
baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang
dipelajari.[21]
Dalam teori
belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar
akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan
atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi
tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap
awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap
transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin
bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi
itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui,
tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan
yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness)
siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi,
(4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.
Dengan demikian
Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat
diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada
anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan
bahwa anak kecilpun akandapat mengatasi
permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema
hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkanuraian
di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar
terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama
tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.[22]
Bruner juga
memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung
makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia.
Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai
dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus.[23] Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif
seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap
stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa
internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan
aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi
kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana
dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan
maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar
kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang
perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena
kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi
kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui
sentuhan proses pendidikan.[24]
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan
potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif
yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual
oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan
memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui
proses belajar mengajar di kelas.[25]
Bloom dan
Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa,
yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif
terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),
2. Pemahaman (menginterpretasikan),
3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),
5. Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).[26]
Oleh karena itu
para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwasalah
satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran
di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh
peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri
maupun kegiatan belajar secara kelompok.[27]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan Teori
Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut :
a. Pandangan
Teori Belajar Kognitif adalah:
a. Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
b. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya,melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri..
c. Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran,
untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar.Dengan
kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam
berpikir yakni pengolahan informasi.
d. Belajar pada
asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral__yang bersifat
jasmaniah___meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam
hampir setiap peristiwa belajar siswa.
e. Teori
belajar kognitif lebih menekankan
arti penting proses internal, mental manusia. Tingkah laku manusia yang
tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental,
seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
b. Tokoh-Tokoh Teori
Belajar kognitif adalah :
a. Piagiet
b. Ausubel
c. Bruner
B. Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara
mendalamoleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif siswa , guru akan
mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya
mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di
kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh siswa merupakan salah
satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas.
Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan siswa
melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul, Psikologi
Dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.
Syah, Muhibbin, Psikologi
Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997.
Uno, Hamzah B., Orientasi
Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Winkel, W. S., Psikologi Pengajaran
cet. 6. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.
http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html
http://neozonk.blogspot.com/2008/02/teori-belajar.html
[1] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 1997), 110.
[2] Ibid.
[3] Pandangan behaviorisme yang mengatakan bahwa seorang
siswa dari segala umur akan giat belajar, kalau diberikan suatu hadiah (rangsangan/stimulus),
yang berwujud materi kepadanya atau diterapkan suatu hukuman, harus dikatakan
mempunyai pandangan yang terlalu simplistis. Memang, harapan akan mendapat
hadiah dapat mendorong siswa untuk belajar, tetapi belum tentu siswa itu akan bermotivasi
tepat dalam belajar, yaitu belajar demi perkembangan dirinya sendiri, bahkan
ada kemungkinan siswa itu akan mengurangi usaha belajarnya, kalau hadiah yang
berwujud materi itu sudah tidak berarti lagi baginya. Demikian pula, siswa yang
telah beberapa kali kena hukuman karena kurang rajin, belum tentu akan
meningkatkan usahanya, bahkan dapat terjadi yang sebaliknya. Siswa itu mungkin
belajar sesuatu yang tidak diharapkan, yaitu membenci guru dan sekaligus materi
pelajaran. Maka, menggunakan hadiah yang berwujud materi dan memberikan hukuman
secara tepat, menuntut pertimbangan tentang efek yang positif dan negatif.
Lihat dalam W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran cet. 6 (Yogyakarta:
Media Abadi, 2004), 3. Diantara kelemahan teori ini adalah : 1. Proses belajar
itu dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan
mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya., 2.
Proses belajar itu bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan
mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan
mengarahkan diri) dan self control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon jika ia tidak
menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, 3. Proses
belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara
manusia dan hewan. Lihat dalam Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan
Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), 110.
[4] Pandangan kognitivis menonjolkan
peranan dari keyakinan, tujuan, penafsiran, harapan, minat,
kemampuan dan lain sebagainya. Pandangan ini menggarisbawahi apa yang
berlangsung dalam diri subyek yang berhadapan dengan berbagai kejadian dan
pengalaman. Orang tidak bereaksi terhadap rangsangan secara otomatis
seolah-olah mereka sebuah mesin, tetapi bereaksi atas interpretasi mereka
terhadap rangsangan itu. Di dalam interpretasi itu terkandung unsur kognitif
seperti penafsiran, keyakinan, penentuan tujuan, perkiraan tentang kemungkinan
mencapai sukses, serta penilaian tentang kemampuan sendiri untuk mengejar suatu
sasaran. Misalnya seorang mahasiswa yang sedang berkonsentrasi penuh pada suatu
proyek studi tidak harus segera mencari makanan sebegitu mulai merasa lapar,
tetapi dapat menunda saat makan sampai proyek itu selesai. Misalnya lagi,
seorang siswa SMU tidak harus baru memulai membaca suatu buku setelah diberi
tugas oleh guru, tetapi dia dapat mempelajarinya atas inisiatif
sendiri, karena beranggapan bahwa mata pelajaran tertentu patut diperdalam
dan dia mampu untuk itu. Maka, pada dasarnya isi interpretasi yang diberikan
terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam itulah yang mengandung daya
motivasional. Sesuai dengan pandangan kognitivis, orang terutama dilihat
sebagai sumber motivasinya sendiri berdasarkan kegiatan mental dalam alam
pikirannya, sehingga tergerak untuk memulai aktivitas tertentu, bertahan dalam
aktivitas itu dan mengarahkannya untuk mencapai suatu tujuan. Ibid.,172.
[5] Episodik adalah jenis memori yang berhubungan dengan
informasi pada waktu dan tempat tertentu, khususnya ingatan yang bersifat
pribadi. Memori jenis ini bersifat teratur, contohnya kita bisa menceritakan
detail percakapan, atau jalannya cerita dari satu film. Lihat dalamhttp://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[6] Memori prosedural adalah memori yang berhubungan
dengan bagaimana melakukan sesuatu. Lihat dalam http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[7] Semantik memori adalah memori untuk pemahaman, yaitu
memori untuk konsep, prinsip dan hubungannya; dua hal yang disimpan dalam semantik
memori disebut dengan imaji dan skema. Imaji adalah representasi yang
didasarkan pada persepsi visual terhadap struktur informasi. Pada saat kita
membentuk bayangan tertentu kita mengingat atau mengkreasi kembali
karakteristik fisik dan struktur spasial dari informasi. Imaji dapat berguna
misalnya dalam menyusun keputusan praktis bagaimana menempatkan meja di satu
ruangan atau jalur yang akan di tempuh ke satu lokasi. Sedangkan skema adalah
stuktur pengetahuan abstrak yang mengatur sejumlah besar informasi. Skema
adalah pola atau panduan untuk memahami kejadian, konsep atau keterampilan.
Lihat dalam http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[8] Elaborasi adalah memberikan arti pada infrormasi baru
dengan menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada. Dengan kata lain,
kita menerapkan skema yang ada dan melukiskannya pada pengetahuan sebelumnya
untuk membentuk pemahaman yang baru saat kita memperbaiki pengetahuan yang ada.
Terkadang elaborasi terjadi secara otomatis, misalnya saat guru menerima info
baru tentang pengalaman yang sudah dipahaminya, maka dia akan langsung
mengaktifkan pengetahuan yang ada dan memberikan pemahaman yang lebih baik
serta lengkap. Informasi yang dielaborasi ketika pertama dipelajari, mudah
untuk dipanggil karena elaborasi adalah bentuk pengaktifan memori kerja yang
membuat informasi terus aktif untuk kemudian disimpan di memori jangka panjang.
Elaborasi juga membangun hubungan tambahan pada pengetahuan yang sudah
dipunyai. Makin banyak informasi dihubungan dengan hal lainnya, makin banyak
peta jalan tersedia untuk diikuti dalam mencari sumber pengetahuan aslinya.
Makin sering seorang individu mengelaborasi ide baru, maka dia akan membuatnya
dengan bahasa dia sendiri yang menyebabkan makin baiknya pemahamannya dia
tentang pengetahuan tersebut. Kita membantu siswa dalam elaborasi dengan
menyuruh mereka menuliskan informasi sesuai dengan kata yang mereka susun
sendiri atau dengan membuat contoh yang relevan. Hal yang sebaliknya bisa
terjadi, saat siswa melakukan elaborasi informasi baru dengan menghubungkannya
ke hal yang tidak tepat dan mengembangkan penjelasan yang rancu, maka
miskonsepsi ini pun akan disimpan dan terus diingat oleh siswa. Lihat
dalam http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[9] Organisasi pengetahuan yang dimiliki juga meningkatkan
belajar. Bahan ajar yang terorganisir dengan baik tentunya akan lebih mudah
dipelajari dibandingkan yang tidak teratur, khususnya bila informasi di
dalamnya juga kompleks. Menempatkan konsep dalam suatu struktur membantu anda
belajar dan mengingat baik untuk definisi umum dan contoh spesifiknya. Lihat
dalam http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[10] Konteks adalah elemen lainnya dari proses yang
mempengaruhi belajar. Aspek fisik dan emosional dari konteks dipelajari
bersamaan degan informasi lainnya. Ketika anda mencoba mengingat satu
informasi, hal itu akan dibantu jika konteks yang ada mirip dengan kondisi kita
mendapat informasinya. Sehingga mengkondisikan suasana test sebelum ujian yang
sesungguhnya akan berpengaruh memperbaiki kinerja. Tentu saja kita tidak bisa
selalu pergi ke tempat yang sama saat mulai memahami suatu hal, namun kalau
dapat menggambarkannya secara mental, hal tersebut dapat meningkatkan
daya ingat. Lihat http://deceng.wordpress.com/2008/06/09/teori-belajar-kognitif/
[11] http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html
[12] Hamzah
B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2006), 10.
[13] Proses
ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang
mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan
musik, orang ini tidak “memahami”not-not balok yang terpampang di partitur
sebagai informasi yang saling lepas, berdiri sendiri, tetapi
sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya.
Seperti juga ketika anda membaca tulisan ini, bukan alfabet-alfabet yang
terpisah-pisah yang dapat diserap dan dikunyah dalam pikiran, tetapi adalah
kata, kalimat, paragraph yang kesemuanya itu seolah jadi satu, mengalir,
menyerbu secara total bersamaan. Lihat dalam Hamzah B. Uno, Orientasi
Baru…, 10.
[14] Secara
lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis misalnya, tentu
menggunakan perangkat jasmaniah__dalam hal ini mulut dan tangan untuk
mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata
dan menggoreskan pena yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respon
atas stimulus yang ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental
yang diatur oleh otaknya. Lihat dalam Muhibbin Syah, Psikologi …,111.
[15] Ibid.
[16] Menurut
aliran kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah
refleksi dari perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang
sedang diamati dan dipikirkannya. Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari
luar, direspon sebagai aktifator kerja memori otak untuk membentuk dan
mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi yang
terus menerus diperbaharui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru
dalam memori dari setiap akhir kegiatan belajar. Lihat dalam Hamzah B.
Uno, Orientasi Baru…, 53.
[17] Hanya,
menurut para ahli psikologi kognitif, aliran behaviorisme itu tidak lengkap
sebagai sebuah teori psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan
yang berdimensi ranah cipta seperti berfikir, mempertimbangkan pilihan dan
mengambil keputusan. Selain ini, aliran behaviorisme juga tidak mau tahu urusan
ranah rasa. Diantara keyakinan prinsipal teori behavioristik adalah setiap anak
manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, perasaan dan warisan
abstrak lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul
setelah manusia melakukan kontak dengan alam sekitar terutama alam pendidikan.
Artinya, seorang individu manusia bisa pintar, terampil dan berperasaan hanya
bergantung pada individu itu dididik. Keyakinan prinsipal lainnya yang dianut
oleh para behavioris adalah peranan “refleks”, yakni reaksi jasmaniah yang
dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun yang dilakukan manusia,
termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka, yaitu reaksi manusia atas
rangsangan-rangsangan yang ada. Refleks-refleks ini jika dilatih akan menjadi
ketrampilan-ketrampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai manusia.
Jadi, peristiwa belajarseorang siswa menurut para
behavioris adalah peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian
rupasehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai siswa tersebut. Lihat
dalam Muhibbin Syah, Psikologi…,111-112. Dalam perspektif psikologi
kognitif, peristiwa belajar digambarkan seperti tadi adalah naïf (terlalu
sederhana dan tak masuk akal) dan sulit dipertanggung jawabkan secara
psikologis. Sebagai argument kritik terhadap pandangan behavioris tadi adalah
: Pertama, memang tak dapat dipungkiri bahwa kebiasaan pada
umumnya berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Seorang siswa lazimnya
menyalin pelajaran, juga demikian dengan kebiasaan. Gerakan tangan dan goresan
pena yang dilakukan siswa tersebut demikian lancarnya karena sudah terbiasa
menulis sejak tahun pertama masuk sekolah. Akan tetapi perlu diingat bahwa
sebelum siswa tadi menyalin pelajaran dengan cara yang biasa ia lakukan, tentu
terlebih dahulu ia membuat keputusan apakah ia akan menyalin pelajaran
sekarang, nanti, atau sama sekali tidak. Jadi, kebiasaan dapat berfungsi
sebagai pelaksana aktivitas menyalin pelajaran dari awal hingga akhir,
sedangkan “keputusan” berfungsi untuk menetapkan dimulainya aktivitas menyalin
pelajaran oleh siswa tadi dengan kebiasaan yang ia kuasai. Keputusan tersebut
tentu bukan peristiwa behavioral melainkan peristiwa
mental siswa itu sendiri. Kedua, kebiasaan belajar
seorang siswadapat ditiadakan oleh kemauan siswa
itu sendiri. Contoh menurut kebiasaan, seorang siswa belajar seharian di
perpustakaan sambil mengunyah permen. Tetapi, ketika tiba saat berpuasa
pada bulan Ramadhan ia hanya belajar setengah hari dengan tidak mengunyah
permen. Dalam hal ini, pengurangan alokasi waktu belajar dan penghentian
kebiasaan mengunyah permen merupakan kemauan siswa tersebut karena sedang
menunaikan ibadah puasa. Kemauan siswa itu tentu bukan perilaku behavioral
melainkan peristiwa mental (konatif) , meskipun secara lahiriah yang menerima
akibat kemauan tersebut adalah perilaku behavioral. Dan dari uraian
contoh-contoh di atas, semakin jelaslah bahwa perilaku belajar itu,
dalam hampir semua bentuk dan manifestasinya, bukan sekedar peristiwa
S-R Bond(ikatan antara stimulus dan respon) melainkan lebih
banyak melibatkan proses kognitif. Ibid., 111-113.
[18] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru…, 11.
[19] http://neozonk.blogspot.com/2008/02/teori-belajar.html
[20] http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html
[21] Hamzah B.
Uno, Orientasi Baru…, 54.
[22] http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html
[23] Abdul
Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
2006), 69.
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] Hamzah B.
Uno, Orientasi Baru…, 14.
[27] Abdul Hadis, Psikologi Dalam…, 70.
Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.html#ixzz2Az4gK4xZ
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Teori Belajar Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dikemukan tentang aspek aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Sumber: http://www.sekolahdasar.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.html#ixzz2Az4gK4xZ
Teori Belajar
Alasan
mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar:
Teori
belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam
hal mengajar, mempelajari muridnya, meng¬gunakan prinsip-prinsip psikologi
maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan
mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10)
· Untuk membantu para
guru, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses
pertumbuhan belajar.
· Agar para guru
memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid bisa
bertambah baik dalam cara belajamya.
· Agar para guru dapat
menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan
mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk
kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna
meningkatkan ke arah yang lebih baik.
Seorang
guru dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya,
memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang
tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar, sesuai dengan materi
yang akan disampaiakan. Kesemuanya itu hanya akan diperoleh jika guru menguasai
teori-teori belajar.
Macam-macam
teori belajar:
a. Teori Belajar Menurut
Thorndike (Teori Koneksionisme)
Menurut
Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus
adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Bentuk paling
dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena
itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan
teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike
menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
1) Hukum Kesiapan (law of
readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan
tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip
pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Masalah-masalah
yang terjadi dalam hukum Law of Readiness:
a) Masalah pertama hukum
law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya,
maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain.
b) Masalah kedua, jika
ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka timbullah rasa
ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau
meniadakan ketidakpuasannya.
c) Masalah ketiganya
adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka
timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk
mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
2) Hukum Latihan (law of
exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) ,
maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip
law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang)
dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan
melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai
hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang
diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
b. Teori Belajar Menurut
Skinner
B.F. Skinner dikenal sebagai
tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning.
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif
atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali
atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner mengatakan bahwa unsur
terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif
dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku,
atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau
tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku
tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara
lain :
1) Hasil belajar harus
segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi
penguat.
2) Proses belajar harus
mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran,
digunakan sistem modul.
4) Dalam proses
pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman.
5) Dalam proses
pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
7) Dalam pembelajaran
digunakan shaping.
c. Teori
Belajar Menurut Robert M. Gagne
Gagne
membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu
1) Fase Receiving
the stimulus situation (apprehending),merupakan fase seseorang memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara.
2) Fase Stage of
Acquition, pada
fase ini seseorang akan dapat memperoleh suatu kesanggupan yang belum diperoleh
sebelumnya dengan menghubung-hubungkan informasi yang diterima dengan
pengetahuan sebelumnya.
3) Fase storage
/retensi adalah
fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada
yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka
pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4) Fase Retrieval/Recall, adalah fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kemudian
ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu (5)fase motivasi sebelum
pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar,
(6) fase generalisasi adalah fase transfer
informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa
dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut. (7) Fase
penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu
penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari
struktur kalimat dalam bahasa mereka dapat membuat kalimat yang benar, dan
(8) fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan
balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).
d. Teori Belajar Menurut Bruner
Bruner menyatakan
belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Agar pembelajaran
dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu
pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka materi pelajaran perlu
disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif/ pengetahuan anak
agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif)
orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti
proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan
model tahap simbolik.
1) Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini
penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam
memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan
benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata.
2) Model Tahap Ikonik
Tahap ikonik,
yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu
direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual
imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau
situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini
bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau
lambang-lambang objek tertentu. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan
dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol
arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata,
kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak
yang lain.
e. Teori belajar Menurut
Piaget
Dalam pandangan Piaget, terdapat
dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian
dan penyesuaian. Untuk membuat dunia kita diterima oleh pikiran, kita melakukan
pengorganisasian pengalaman-pengalaman yang telah terjadi. Piaget yakin bahwa
kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi ketika individu
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan
informasi baru.
Piaget mengatakan bahwa kita
melampui perkembangan melalui empat tahap dalam memahami dunia, yaitu :
1) Tahap
sensorimotor (Sensorimotor stage), yang terjadi dari
lahir hingga usia 2 tahun, merupakan tahap pertama piaget. Pada tahap ini,
perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi
untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi (seperti melihat dan
mendengar) melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
2) Tahap
praoperasional (preoperational stage), yang terjadi dari
usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua piaget, pada tahap ini anak mulai
melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Mulai muncul pemikiran
egosentrisme, animisme, dan intuitif.
3) Tahap
operasional konkrit (concrete operational stage),
yang berlangsung dari usia 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga piaget.
Pada tahap ini anak dapat melakukan penalaran logis menggantikan pemikiran
intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam cotoh-contoh yang spesifik
atau konkrit.
4) Tahap
operasional formal (formal operational stage),
yang terlihat pada usia 11 hingga 15 tahun, merupakan tahap keempat dan
terkahir dari piaget. Pada tahap ini, individu melampaui dunia nyata,
pengalaman-pengalaman konkrit dan berpikir secara abstrak dan lebih logis.
Perlu diingat, bahwa pada setiap
tahap tidak bisa berpindah ke tahap berikutnya bila tahap sebelumnya belum
selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang berada pada
tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang
bersangkutan
.
f. Teori
Belajar Menurut Ausubel
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137)
mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang
akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang
dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel (dalam Dahar,1988
:142)
Menurut Ausubel, Novak,dan
Hanesian ada dua jenis belajar:
1) Belajar bermakna
(meaningful learning)
Belajar bermakna adalah suatu
proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur penertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila
pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada
sebelumnya.
2) Belajar menghafal (rote learning)
Bila
konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru
tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila
seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali
tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.
Menurut Ausubel belajar dapat
diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan
atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa
hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan
struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika
siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur
kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Langkah – langkah belajar
bermakna Ausubel adalah :
1) Pengatur awal
(advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan
untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih
tinggi maknanya.
2) Diferensiasi
Progregsif
Dalam pembelajaran bermakna perlu
ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya unsur yang inklusif
diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail.
2. Model-model
Pembelajaran Inovatif
a. Model Pembelajaran
Kontekstual
CTL
sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas –asas ini yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
Ketujuh asas tersebut antara lain:
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme,pengalaman itu memang bersala dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang.
2) Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri.Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat,akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
3) Bertanya
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4) Masyarakat belajar
Dalam
CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran
melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan
belajarnya.
5) Pemodelan
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6) Refleksi
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
7) Penilaian nyata
Penilaian
nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau
tidak.apakah pengetahuan belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
b. Model Pembelajaran
Kooperatif
Menurut
Kagan (1994) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran
yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat
kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk
meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim
bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga
untuk membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi
bersama-sama.
Pembelajaran
kooperatif di desain sebagai pola pembelajaran yang dibangun oleh lima elemen
penting sebagai prasyarat, sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan
secara positif (Positive Interdependence). Bahwasanya
setiap anggota tim saling membutuhkan untuk sukses.
2) Interaksi
langsung (Face-to-Face Interaction). Memberikan kesempatan
kepada siswa secara individual untuk saling membantu dalam memecahkan masalah,
memberikan umpan balik yang diperlukan antar anggota untuk semua individu, dan
mewujudkan rasa hormat, perhatian, dan dorongan di antara individu-individu
sehinga mereka termotivasi untuk terus bekerja pada tugas yang dihadapi.
3) Tanggung jawab
individu dan kelompok (Individual & Group Accountability). Bahwasanya
tujuan belajar bersama adalah untuk menguatkan kemampuan akademis siswa,
sehingga kontribusi siswa harus adil.
4) Keterampilan
interpersonal dan kelompok kecil(Interpersonal & small-Group
Skills). Asumsi bahwa siswa akan secara aktif mendengarkan, menjadi
hormat dan perhatian, berkomunikasi secara efektif, dan dapat dipercaya tidak
selalu benar.. Keterampilan sosial harus mengajarkan kepemimpinan, pengambilan
keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, keterampilan manajemen konflik.
5) Proses kerja kelompok (group
processing). Proses kerja kelompok memberikan umpan balik kepada anggota
kelompok tentang partisipasi mereka, memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan
pembelajaran kolaboratif anggota, membantu untuk mempertahankan hubungan kerja
yang baik antara anggota, dan menyediakan sarana untuk merayakan keberhasilan
kelompok.
Metode dalam pembelajaran
kooperatif:
1) Metode Student
Achievement Divisions (STAD)
2) Metode Jigsaw
3) Metode Group
Investigation (GI)
4) Metode Struktural
c. Metode Pembelajaran
Kuantum
Pembelajaran
kuantum bermakna interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena
semua energi adalah kehidupan dan dalam proses pembelajarannya mengandung
keberagaman dan interdeterminisme.
Secara umum, Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1) Berpangkal pada
psikologi kognitif.
2) Bersifat humanistik, manusia
selaku pembelajar menjadi pusat perhatian.
3) Bersifat
konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor
potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental)
sebagai konteks pembelajaran.
4) Memusatkan perhatian
pada interaksi yang bermutu dan bermakna.
5) Menekankan pada
pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
6) Menekankan kealamiahan
dan kewajaran proses pembelajaran.
7) Menekankan
kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran.
8) Memiliki model yang
memadukan konteks dan isi pembelajaran.
9) Menyeimbangkan
keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10) Menanamkan nilai dan keyakinan yang
positif dalam diri pembelajar.
11) Mengutamakan keberagaman dan kebebasan
sebagai kunci interaks.
12) Mengintegrasikan totalitas tubuh dan
pikiran dalam proses
Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran Quantum adalah:
1) Bawalah dunia mereka
(siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam
dunia mereka (siswa).
2) Proses pembelajaran
bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai
berikut:
a) Segalanya dari
lingkungan.
b) Segalanya bertujuan.
c) Pengalaman mendahului
pemberian nama.
d) Akuilah setiap usaha.
3) Pembelajaran harus
berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada delapan kunci keunggulan dalam
pembelajaran kuantum yaitu:
a) terapkan hidup dalam
integritas, sehingga akan meningkatkan motivasi belajar.
b) akuilah kegagalan
dapat membawa kesuksesan
c) berbicaralah dengan
niat baik
d) tegaslah komitmen.
e) jadilah pemilik,
mengandung arti bahwa siswa dan guru memiliki rasa tanggung jawab sehingga
terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
f) tetaplah lentur.
g) Pertahankan
keseimbangan
d. Model Pembelajaran
Terpadu
Prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu antara lain:
1) Prinsip penggalian
tema
a) Tema hendaknya tidak
terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi.
b) Tema harus bermakna
artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa
untuk belajar selanjutnya.
c) Tema harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan psikologis anak
d) Tema yang dikembangkan
harus mampu mewadahi sebagian besar minat anak
e) Tema yang dipilih
hendaknya mempertimbangkan penstiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam
rentang waktu belajar
f) Tema yang dipilih
hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku, serta harapan dari
masyarakat
g) Tema yang dipilih
hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip pelaksanaan
terpadu:
a) guru hendaknya jangan
menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar
mengajar
b) pemberian tanggung
jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut
adanya kerjasarna kelompok
c) guru perlu akomodatif
terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam proses
perencanaan.
3) Prinsip evaluatif
adalah :
a) memberi kesempatan
kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk evaluasi lainnya
b) guru perlu mengajak
siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan
kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam kontrak.
3) Prinsip reaksi, dampak
pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum
tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut
agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara
tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa
dalam semua “event“ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu
kesatuan utuh dan bermakna.
e. Metode Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru. Metode ini juga berfokus pada keaktifan
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan
materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional.
Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan
mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk
mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari
konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.
Dengan menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif
dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting
membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri (Hamizer,
dkk, 2003).
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut:
1) Pembelajaran berpusat
dengan masalah.
2) Masalah yang digunakan
merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam
kerja profesional mereka di masa depan.
3) Pengetahuan yang
diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan
masalah.
4) Para siswa bertanggung
jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5) Siswa aktif dengan
proses bersama.
6) Pengetahuan menyokong
pengetahuan yang baru.
7) Pengetahuan diperoleh
dalam konteks yang bermakna.
8) Siswa berpeluang untuk
meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9) Kebanyakan
pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.
Teori belajar kognitif dianut oleh pakar-pakar, seperti Piaget, Bruner, dan Ausubel.
Menurut teori ini, ada hal yang lebih penting dari sekadar hasil belajar yang
berupa perubahan tingkah laku. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi
serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang tampak dan melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Proses belajar terjadi melalui pengaturan stimulus yang
diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang telah dimiliki dan
terbentuk dalam pikiran berdasarkan pemahaman dan pengalaman sebelumnya.
Dalam penerapan teori belajar
kognitif, kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar
mengajar amat diperhitungkan agar aktivitas belajar menjadi lebih bermakna bagi
siswa. Prinsip-prinsip
belajar yang dianut adalah berikut ini.
- Siswa mengalami perkembangan kognitif melalui
tahap-tahap tertentu sampai mencapai kematangan kognitif seperti orang
dewasa.
- Pembelajaran perlu dirancang
agar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa.
- Agar proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi, siswa perlu dilibatkan
secara aktif dalam belajar.
- Pengalaman atau informasi
baru perlu dikaitkan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa untuk menarik minat dan meningkatkan retensi.
- Belajar memahami akan lebih
bermakna daripada belajar menghafal.
- Perbedaan individual antarsiswa perlu
diperhatikan dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.
Gagasan
antarpakar tentang implementasi teori kognitif dalam pembelajaran agak
bervariasi. Berikut ini ditampilkan langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget.
- Guru menentukan tujuan pembelajaran.
- Guru memilih materi
pelajaran dan menentukan topik-topik yang dapat dipelajari secara
aktif.
- Guru menentukan kegiatan
belajar yang sesuai dengan topik, seperti penelitian, pemecahan masalah, diskusi,
simulasi, dsb.
- Guru melakukan penilaian
proses dan hasil belajar.
I.PENDAHULUAN1.1
Latar BelakangBanyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan
persoalan yang pelik,namun pendidikan merupakan tugas Negara yang amat penting.
Namun, di negara-negara berkembang adopsi system pendidikan sering
mengalami kesulitan untuk berkembang.Cara dan system pendidikannya
sering menjadi kritik dan kecaman. Padamakalah ini akan dikaji tentang
pandangan kognitif dalam kegiatan pembelajaran
0 komentar:
Posting Komentar